Sabtu, 13 April 2024

Review Buku Berani Tidak Disukai karya Ichiro Kishimi & Fumitake Koga

Disclaimer : Aku tidak punya latar belakang pendidikan formal di bidang psikologi maupun filsafat. Isi konten berikut berdasarkan pandangan subjektif terhadap buku terkait. Konten ini juga menjadi arsip ringkasan buku yang telah kubaca.

Seorang K-Pop Idol dengan nama panggung IndonesiaJamal menjadikan buku The Courage to be Disliked (terjemahan Indonesia : Berani Tidak Disukai) sebagai buku rekomendasinya. Sebagai penggemar, dengan mudahnya aku terpengaruh untuk memiliki buku tersebut. Tak bisa kupungkiri aku sempat meremehkan isi buku ini hanya berdasarkan judulnyaMemang ada manusia yang ingin dibenci?’. Alhasil, pertanyaan yang muncul justru merayuku untuk mencari jawabannya dengan membaca buku tersebut.

Sumber : Tokopedia

Judul Buku : Berani Tidak Disukai

Kategori : Non FiksiSelf Improvement (Buku Terjemahan)

Penulis : Ichiro Kishimi dan Fumitake Koga

Penerjemah : Agnes Cynthia

Tahun Diterbitkan : 9 September 2019

Penerbit : Gramedia Pustaka Utama

Jumlah Halaman : 352 halaman, 14x21 cm

Harga Buku : Rp98.000

Nomor ISBN : 978–602–06332–1–3

Dikemas dengan gaya dialog antara seorang pemuda dengan filsuf, kita diajak menjajaki diskusi lima malam antar tokoh. Melalui dialog para tokoh, penulis memperkenalkan Teori Psikologi Alfred Adler. Butuh waktu bagiku yang awam dalam dunia filsafat untuk mencerna makna dari isi buku ini. Beberapa poin yang berhasil aku tangkap adalah sebagai berikut :


Teleologi : Manusia 'bergerak' berdasarkan tujuannya

Adler (nama lengkap : Alfred Adler) adalah ahli kejiwaan dari Austria yang mendirikan filosofi lain, aliran psikologi yang benar-benar baru. Alih-alih menggunakan aetiologi (studi tentang hubungan sebab dan akibat khas Freud), teori psikologi Adler menggunakan teleologi (ilmu yang mempelajari tujuan dari suatu fenomena tertentu, ketimbang penyebabnya). Manusia dalam kacamata teleologi, tidak digerakkan oleh masa lalunya, namun bergerak menuju tujuan yang mereka tetapkan sendiri.

Contoh yang dipaparkan sang filsuf mengambil rupa seseorang yang menutup diri dari hubungan sosial karena gangguan kecemasan yang dialaminya. Melalui pandangan Adler, orang tersebut justru menghindari interaksi sosial karena itu memang tujuannya, gangguan kecemasan hanyalah cara orang tersebut untuk mencapai tujuannya.

Alfred Adler | jacobinmag

Gagasan ini menurutku cukup ekstrem. Alih-alih menaruh rasa iba dengan pihak yang memiliki trauma, sang psikolog sepenuhnya menyangkal keberadaan trauma. Setelah berusaha menangkap maksud sang psikolog, aku menyimpulkan bahwa poin mendasar dari gagasan ini adalah dorongan untuk bersikap proaktif. Ketimbang mengesampingkan apa yang pernah terjadi pada diri kita, kita menyadari keberadaan masa lalu itu dan memanfaatkannya untuk mencapai potensi terbaik di masa depan. Pertanyaannya adalah apakah kita berani atau tidak untuk melakukannya?


Hubungan Interpersonal : Persoalan Satu-Satunya Umat Manusia

Adler menggagas bahwa semua persoalan manusia adalah tentang hubungan interpersonal. Bahwasanya untuk menyingkirkan masalah dalam hidup manusia adalah dengan menjalani hidup seorang diri. Persoalan kesepian misalnya merupakan perasaan yang timbul ketika mengetahui bahwa ada orang lain di sekitar kita, namun merasa benar-benar dikecualikan dari mereka. Dengan mengikuti alur pemikiran ini, Adler menyimpulkan bahwa untuk merasa kesepian, kita perlu orang lain. Singkat kata, persoalannya berakar dari hubungan interpersonal.

Gagasan yang ditawarkan sang psikolog untuk meminimalisir persoalan hubungan interpersonal adalah pembagian tugas. Pembagian tugas berarti menentukan tindakan apa yang merupakan tugas kita sendiri dan mana tugas orang lain. Misalnya, ketika memberikan opini di depan umum, tugas kita adalah menyampaikan pemikiran kita. Membuat pendapat terkait opini kita adalah tugas orang lain. Kita tidak perlu ikut campur bahkan kita tidak bisa mengontrol pendapat orang terhadap kita.


Berani Tidak Disukai : Langkah Menuju Kebebasan

Teori psikologi Adler mengingkari kebutuhan untuk mencari pengakuan dari orang lain. Ini merupakan jalan keluar yang ditawarkan oleh Adler bagi kita untuk terbebas dari keresahan menjalani hidup. Sebab dengan mencari pengakuan dari orang lain sama dengan hidup berdasarkan cara orang lain. Cara hidup ini memberikan petunjuk kepada kita apa yang perlu dilakukan, namun hidup seperti ini sangat mengekang.

Adler berpendapat bahwa hal yang mendasari kita dalam ‘mencari pengakuan dari orang lain’ adalah karena hasrat kita untuk ‘tidak ingin dibenci oleh siapa pun’. Memanglah itu merupakan hal yang wajar bagi manusia. Pilihan hidup seperti itu bisa saja diambil seseorang bila ia memang tidak masalah hidup terkekang. Namun, bila kita memiliki tujuan untuk memperoleh kebebasan, maka kita harus berani menyangkal hasrat ini.

Ada harga yang harus dibayar ketika seseorang ingin menggunakan kebebasannya. Dan harga dari kebebasan dalam hubungan interpersonal adalah dibenci orang lain. Jangan takut tidak disukai jika Anda ingin bebas. Bahwasanya ketika seseorang terbelenggu hasrat untuk diakui, kartu penentu dalam hubungan interpersonalnya selalu ada di tangan orang lain.

Tips ‘Menulis Buruk’ dari buku Creative Writing karya A.S. Laksana (Review Buku)

Kala itu, aku melewati kedai buku di antara beberapa kafe dan tempat makan yang mengisi Pos Bloc Jakarta. Kedai Patjar Merah sebutannya. Buku “Creative Writing” karya A.S. Laksana terpampang di rak etalase samping pintu. Meski tanpa niat untuk membeli, mata dan hatiku bergetar melihat sampul merah yang mencolok di antara buku-buku di sekitarnya.

Di lain waktu, kumelintasi sudut yang sama, dorongan untuk memiliki buku itu begitu hebat sehingga kuputuskan untuk membelinya. Kusisihkan beberapa halaman buku dalam sekali duduk, melanjutkan hingga hari kesepuluh dimana aku berhasil menyelesaikan halaman terakhir, halaman 230. Ini termasuk waktu baca dalam kategori cepatku, mengingat kecepatan membacaku yang tidak terlalu kilat.

Buku ini memiliki sekitar 25 bab yang membahas berbagai aspek dalam menulis kreatif, di antaranya : cara memulai, menulis buruk, menulis cepat, unsur-unsur penting dalam karya tulis kreatif, dan langkah-langkah untuk melatih berbagai aspek dalam menulis.

Buku Creative Writing karya A.S. Laksana

Tampilan buku Creative Writing karya A.S. Laksana (dan buku karya Marvin Harris yang kubeli kala itu) Sumber : Arsip Pribadi

Kutipan kata-kata dari A.S. Laksana diambil dari Laman Facebook Aku Kau Buku
Sumber : Laman Facebook Aku Kau Buku

Judul Buku : Creative Writing
Kategori : Non Fiksi
Nama Penulis : A.S. Laksana
Tahun Diterbitkan : Maret 2023 (Cetakan keenam), Juni 2020 (Cetakan pertama)
Nama Penerbit : baNANA
Jumlah Halaman : 230 halaman, 12x18 cm
Harga Buku : Rp88.000
Nomor ISBN : 978–623–96372–4–8


Yang Harus Ada pada Tulisan Kreatif

Dalam tulisannya, Mas Sulak (panggilan untuk A.S. Laksana) menjelaskan dengan rinci komponen-komponen tulisan kreatif seperti karakter, plot, sudut penceritaan atau POV (Point of View), adegan, dan dialog.

Buku ini tidak hanya memberikan pengertian umum, tetapi juga menyajikan contoh-contoh dari potongan cerita fiksi lainnya. Selain itu, Mas Sulak berbagi metode yang digunakannya dalam mendalami karaktermembangun plotmenggunakan berbagai sudut penceritaanmemahami manfaat adegan pendek dan panjang, serta kapan menggunakan dialog dalam tulisan kreatif.

Salah satu konsep yang saya temui setelah membaca buku ini adalah dua pendekatan dalam menulis kreatif, yaitu pendekatan plot-driven dan character-driven.

Character-driven memulai tulisan kreatif dengan mendalami karakter, sementara plot-driven memulainya dengan pesan atau premis yang ingin disampaikan, lalu menciptakan karakter utama yang bergerak sesuai dengan premis tersebut.

Mas Sulak menekankan bahwa penulislah yang memilih pendekatan mana yang sesuai dengan tulisan kreatifnya.


Yang Harus Dilakukan Untuk Menulis Kreatif

Menulislah!

Menulis buruk.

Bab-bab awal buku ini menyentuh sisi perfeksionisku dalam menulis, di mana Mas Sulak menyarankan untuk tidak terlalu fokus pada kesempurnaan.

“…lebih baik menghasilkan draf tulisan yang buruk ketimbang hanya merenungi kertas kosong selama berjam-jam.”

A.S. Laksana, Creative Writing

Setelah itu, Mas Sulak mengajak pembaca untuk menuangkan tulisan tanpa mengedit, memberikan perumpamaan bahwa mengedit ibarat membuat dekorasi pada bangunan yang sudah jadi kerangkanya. Disiplin juga diangkat sebagai poin penting dalam menulis, dengan penekanan bahwa menulis, seperti pekerjaan lainnya, menjadi lebih baik dengan latihan dan disiplin.

Poin berikutnya adalah tentang membaca. Mas Sulak menekankan bahwa untuk menciptakan tulisan kreatif, penulis harus mengenal terlebih dahulu apa dan bagaimana tulisan itu. Seperti menjahit baju, seseorang tidak akan tahu cara menjahit baju jika tidak pernah tahu apa itu baju.

Poin paling menohok adalah terkait dengan ‘mood’ dalam menulis, yang diungkapkan dalam kalimat singkat Mas Sulak:

“Prinsip menulis tak pernah berbeda dari hal-hal lain dalam hidup kita. Ia tetap harus berjalan dalam kondisi apa pun. Seorang tukang kayu harus tetap menjadi tukang kayu yang baik kendatipun pikirannya sedang kalut.”

A.S. Laksana, Creative Writing


Yang Harus Dilatih dalam Menulis Kreatif

Dalam latihan menulis kreatif, Mas Sulak menyoroti beberapa hal yang perlu dilatih, antara lain : mengonkretkan konsep-konsep abstrak, mendeskripsikan dengan lima indra, tidak boros menggunakan kata, dan menggunakan metafora.

Bagaimana melatihnya? Jawabannya dapat ditemukan dalam buku “Creative Writing” karya A.S. Laksana ya~

“… Kita harus meyakini bahwa setiap kata yang kita pilih akan menjalankan tugas sebaik-baiknya.”

A.S. Laksana, Creative Writing

Sepuluh hari aku membaca buku ini, dan telah satu kali membacanya lagi (re-read). Buku Creative Writing karya A.S. Laksana ini pas di genggaman, tepat dibaca oleh siapapun itu-bagi yang bermimpi untuk menjadi penulis salah satunya. Bagiku ini buku yang WAJIB dibaca dan dipahami, kenapa begitu?

Pertama, di sini dijabarkan oleh mas Sulak terkait mengapa menulis itu penting dan merupakan kegiatan yang tidak sebatas dilakukan oleh penulis saja.

Kedua, disajikan langkah-langkah realistis bagaimana melatih metode-metode menulis tertentu (misal strategi tiga kata dalam membuat paragraf). Banyak tips yang disuguhkan mas Sulak terkait poin ini, sila dibaca segera pada buku Creative Writing karya A.S. Laksana.

Ketiga, terdapat pemaparan contoh nyata kekeliruan yang kerap dilakukan penulis, serta bagaimana memperbaikinya.

Keempat, pemilihan kata dalam buku ini tidaklah sepuitis itu, sehingga mudah dicerna oleh awam dalam dunia sastra.

Kelima, aku senang dengan referensi-referensi penulis maupun bacaan yang diberikan oleh mas Sulak di buku ini. Hal ini menunjukkan teladan kerendahan hatinya untuk membaca tulisan-tulisan orang lain.

Keenam, fisik buku ini mungil, ramah di genggaman-mudah dibawa kemana saja.

Ketujuh, silakan dilengkapi sendiri setelah kamu baca buku ini ya!

Boleh kaka buku Creative Writingnya! Beli yang Original ya gaes, jangan beli yang Fake~

Beli online dapat melalui : Patjar Merah (bisa juga melalui gerai toko online lainnya) | Beli offline dapat melalui gerai toko buku terdekat seperti Gramedia, Patjar Merah, atau toko buku lainnya (yang penting beli buku yang original yages!)

Baca sekilas bisa di : Google Books — Creative Writing AS Laksana

Pendapat Orang Lain tentang buku ini : Goodreads — Creative Writing AS Laksana

Selamat Membaca!

Minggu, 15 Juli 2018

9 Hal Tentang Jogja yang Sebaiknya Kamu Tahu Sebelum Tinggal di Daerah Istimewa Ini


Berpindah tempat tinggal dari pulau lain ke salah satu daerah istimewa di pulau Jawa merupakan pengalaman yang sangat-sangat baru bagi si ‘aku yang berumur 18 tahun’. Ada beberapa hal yang jarang aku temui di kota asalku yang kini jadi bagian kehidupan kuliahku di Jogja. Waktu beradaptasi sampai sudah merasa nyaman di daerah istimewa ini merupakan proses yang sangat mengubah hidup-tidak bermaksud berlebihan tapi itulah kenyataannya :> Mungkin beberapa hal berikut bukan sesuatu yang baru bagi kamu, tapi inilah beberapa hal baru yang aku temui tentang Jogja semenjak aku kuliah di daerah pelajar ini.

1. ‘The power of’ arah mata angin


Pernah belajar tentang arah mata angin tapi gak pernah menggunakannya di kehidupan nyata? Sama dong aku juga, tapi itu dulu. Sejak menetap di Jogja, pengetahuan tentang arah mata angin malah jadi satu kebutuhan, apalagi pas jalan-jalan. Warga disini biasanya menunjuk jalan dengan menggunakan arah mata angin. Tak ada istilah 'kanan, kiri'. Bila kamu masih terbiasa seperti itu, sebaiknya sekarang mulai biasakan dengan mata angin yah-setidaknya dikit-dikit tahu lah arah mata anginnya, biar gak malah kebingunan kalo menanyakan lokasi. Tips aku nih, di Jogja kalo udah tahu dimana Gunung Merapi dan Malioboro, yang menunjuk arah utara itu adalah Gunung Merapi dan arah selatan itu Malioboro (ayo teman-teman dari Jogja mungkin bisa memberi tips yang lebih maknyus).


2. Banyak perantau


Gak usah takut gak dapat teman di daerah istimewa ini, sebutan daerah pelajarnya bukan karna tanpa sebab. Berbagai pelajar yang ada di Jogja asalnya dari ujung barat ke timur, dan ujung utara ke selatan Indonesia. Kamu bisa ketemu orang dari Sumatera, Kalimantan, Bali, Nusa Tenggara, Sulawesi, Papua hanya di satu lokasi ini, Jogjakarta. Gak ribet dah menemukan teman yang asalnya dari daerah yang berbeda maupun sedaerah dengan kamu. Ditambah lagi teman-teman yang banyak perantau, mungkin bisa berbagi pengalaman suka duka sebagai perantau. Kamu juga bisa belajar banyak tentang budaya orang dari berbagai daerah di Indonesia, semakin Indonesia jadinya deh! Last but not least, kamu bisa punya kenalan dari Sabang sampai Merauke juga.


3. Banyak kampus


Banyak sekali universitas yang ada di Jogja, sampai rasanya pengetahuan tentang Jogja-nya diri ini patut dipertanyakan tiap kali menjumpai nama universitas yang baru didengar. Kurang lebih ada ratusan universitas yang berlokasi di Jogja. Tapi gak usah ragu, universitas di Jogja bukan universitas 'abal-abal'. Banyak universitas di Jogja yang ditetapkan layak untuk melaksanakan pembelajaran dan Tri Dharma Perguruan Tinggi Indonesia.

4. Suasana tradisional masih kental


Pemandangan kota metropolitan ala bangunan pencakar langit aku buang jauh-jauh setelah mendapati Jogja yang berbeda dari pandangan itu (maklum anak beda pulau, jarang jalan-jalan pula wkwk). Pemandangan kotanya masih seperti kota-kota pada umumnya, permukiman penduduk masih menghiasi dan bangunan pencakar langit kurang. Penduduknya yang serba sederhana gaya hidupnya dan menjunjung tinggi tradisi sangat mendukung suasana tradisional di Jogja. Rasanya welcome banget ketika pertama kali datang kesini karna suasananya gak begitu beda dari kota asalku (tapi untuk beberapa aspek kayak makanannya dan bahasanya jujur saja aku butuh adaptasi yang cukup lama wkwkwk soal lidah emang tidak bisa menipu yah)


5. Angkringan dan Burjo dimana-mana


Warmindo alias Warung Makan Indomie-yang entah kenapa disebut burjo disini-menghiasi tempat tinggalku yang tepatnya ada di Paingan.  Burjo ini menjadi salah satu pilihan tempat makan murmer buat mahasiswa. Warung makan yang satu ini menjamur di lorong-lorong jalan. Menu yang disuguhkan pada umumnya sama. Ada nasi goreng, mie goreng, nasi telur, magelangan dan sebagainya. Mungkin mendapati burjo itu bakal lebih sulit di bagian pusat kota (kebanyakan café soalnya) tapi tetap saja kamu bisa menemukan burjo di sudut-sudutnya. Nah, ‘kawan’nya yang ikut ‘menjamur’ yakni angkringan. Angkringan merupakan tempat makan yang menghiasi pinggiran jalan Jogja (mungkin untuk orang Jawa Tengah dan sekitarnya sudah kenal banget sama tempat makan ini). Apa saja yang bisa kamu dapatkan di angkringan? Ada berbagai macam gorengan, sate jeroan, nasi, dan kawan-kawannya. Harganya? Tentu saja masih berada di level aman untuk kantong anak kos.


6. Siap siaga dengan uang recehan


Suatu keharusan bila ingin makan di tempat makan yang ramai maupun jalan-jalan ke wisata kota yang ramai terutama Malioboro. Entah kamu akan bertemu dengan pengamen maupun pengemis, ada saja alasan yang membuat kamu terdesak untuk berbagi sedekah. Bukan suatu keharusan juga buat kamu untuk memberi ke setiap pengamen ataupun pengemis yang berpapasan sama kamu. Yang paling penting tentunya adalah ikhlas memberi sedekah.


7. Biaya hidup murah


Sebenarnya ini bukan hal yang sepenuhnya baru buat aku sebelum datang ke Jogja. Salah satu alasan yang membawaku memilih Jogja sebagai tempat menimba ilmu adalah karna hal ini. Tapi… awalnya aku tahunya Jogja itu biaya hidupnya murah, yah sampai disitu saja. Memang dasarnya aku belum mencicipi versi murah-nya Jogja langsung pada tempatnya jadi gak tahu seberapa murahnya biaya hidup di Jogja. Aku kaget sekaligus bahagia ketika menemukan bahwa memang benar harga makanan, buku, baju, dan berbagai barang di Jogja jauh dari yang biasa aku temukan di kampung asalku-jauh lebih murah meriah tepatnya-sungguh hati ini terhura (mungkin juga karna aku asalnya dari Indonesia Timur jadi beberapa barang emang jauh lebih mahal di kampungku). Tapi, tentu saja semurah-murahnya harga barang di Jogja, pengeluarannya bakal melonjak kalo kamu boros-borosan yah #hukum alam yang hakiki mah itu wkwk.

8. Bus Trans Jogja jadi alternatif Transportasi Murmer


Mari kita ketahui bersama bahwa di Jogja itu tidak ada angkot yang berkeliaran, palingan yang ada delman, ojek online atau taksi. Terus transportasi umum dalam kota yang ada apa dong? TJ jawabannya. Bukan merek madu yang diiklan-in Agnes Monica yah, tapi Bus Trans Jogja #ok aku tahu ini gak lucu. Untungnya sebelum datang ke Jogja aku sudah mendapatkan informasi ini dari kakak tingkat yang kuliah di Jogja juga. Jadi, setidaknya gak kaget-kaget amat yah, apalagi di kampungku biasanya transportasi umum yang berkeliaran adalah angkot. Yah, mungkin karna angkot juga tidak ada di kota Istimewa ini, banyak anak rantau yang datang membawa motor untuk mempermudah mengitari kota tempat mereka belajar.

Nah, berhubung diri ini tidak punya motor, makanya aku menjadi ‘anak TJ’ (baca pengguna setia bus Trans Jogja). Enaknya sih naik bus TJ aku jadi tahu banyak spot-spot menarik di Jogja (tapi cuma untuk dalam kota Jogja dan sebagian daerah kabupaten Sleman). Karna seperti naik bus pada umumnya, naik TJ harus sesuai jalur. Makanya untuk sampai ke tempat tujuan, rutenya gak melalui jalan terpendek tapi pasti muter-muter dulu. Apalagi kalo harus transit ke halte tertentu, jadi makin muter-muter deh. Sementara menunggu sampai ke tempat tujuan, aku biasanya melihat-lihat spot bagus (entah rumah makan atau tempat wisata) yang dilewati. Dan lagi, sejauh apapun jarak dari halte pertama sampai ke halte tujuan hanya perlu membayar Rp3500 #TJ temannya kantong anak kos. Tapi, yang kadang membawa duka nih adalah jarak dari kosku ke halte yang lumayan jauh, jadi kudu kuat jalan untuk naik TJ.


9. Tempat berburu candi


Nah ini, dasarnya kurang ilmu atau apa yah, aku tahunya candi yang ada di Jogja hanyalah -tidak lain tidak bukan adalah Candi Borobudur. Dan, ternyata Candi Borobudur juga lokasinya tidak tepat di pusat kota Jogja, tapi di Magelang, Jawa Tengah (padahal pernah maen ke Borobudur sebelum ke Jogja tapi baru tahu pas kuliah di Jogja). Wuhuy. Tapi, aku gak kecewa kok mendapati tempatku tinggal ternyata jauh dari candi ternama itu. Karna ternyata candi disini bukan cuma ada satu saja melainkan ada ribuan. Dari ujung ke ujung berbagai candi cantik yangmenyimpan beribu cerita bisa kamu temukan. Ada Prambanan, Ratu Boko, Ijo, Sambisari, dan banyak lagi yang tidak bisa kutulis disini. Jadinya sambil kuliah bisa sambil berburu candi juga dong #Alhamdullilah stok post-an IG aman.

Itu dia beberapa hal tentang Jogja yang sebaiknya kamu tahu sebelum tinggal di daerah istimewa ini. Rangkuman ini berdasarkan pengalaman aku yang hampir 2 tahun menetap disini, mungkin ada teman-teman yang udah lebih lama tinggal di Jogja atau asli Jogja malah, sangat diundang untuk bagi-bagi fakta lain tentang Jogja yang gak kalah keren di bagian komentar yah sekalian bagi-bagi ilmu;)